Minggu, 31 Juli 2016

Dasar - Dasar Ilmu Farmasi (Ilmu Farmasi Dan Perkembangannya)


Pengertian  Farmasi

Secara bahasa, Farmasi dalam bahasa Yunani yaitu pharmacon, yang berarti obat, sedangakan dalam bahasa Inggris pharmacy yang juga berarti obat.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi, mengobinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman.Farmasi dalam bahasa Yunani(Greek) disebut farmakon yang berarti medika atau obat.

Menurut wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat.

Batasan farmasi menurut kamus adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan atau membagikan obat. Dengan demikian berarti bahwa kedua konsep farmasi dan farmasis adalah kongruen, yakni yang satu dapat diturunkan dari yang lainnya.
Farmasi juga biasa diartikan seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan penyerahan obat,(webster’ New Collegiate Dictionary. Springfield, MA, G, & C. Merriam Co, 1987).

  • Sejarah Perkembangan Farmasi

Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).

Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya "ilmu pengobatan" dimiliki oleh orang tertentu secara turun-temurun dari keluarganya. Bila kamu sering nonton film Cina, pasti banyak kalian lihat para tabib yang mendapatkan ilmunya dari keluarga secara turun-temurun. Itu gambaran "ilmu farmasi" kuno di Cina. 
Kalau di Yunani, yang biasanya dianggap sebagai tabib adalah pendeta. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius, Dewa Pengobatan menugaskan Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat. Oleh mmasyarakatt Yunani Hygiea disebut sebagai apoteker (Inggris : apothecary). Sedangkan di Mesir, paktek farmasi dibagi dalam dua pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil menyiapkan racikan obat.

Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam pengobatan. 

Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian.

Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.

Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta” dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker.

Perkembangan ilmu farmasi kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia. Mulai Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Sekolah Tinggi Farmasi yang pertama didirikan di Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun 1821 (sekarang sekolah tersebut bernama Philadelphia College of Pharmacy and Science). Setelah itu, mulailah era baru ilmu farmasi dengan bermunculannya sekolah-sekolah tinggi dan fakultas2 di universitas.

Peran organisasi keprofesian atau keilmuwan juga ditentukan perkembangan ilmu farmasi. Sekarang ini banyak sekali organisasi ahli farmasi baik lingkup nasional maupun internasional. Di Inggris, organisasi profesi pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama "The Pharmaceutical Society of Great Britain". Sedangkan, di Amerika Serikat menyusul 11 tahun kemudian dengan nama "American Pharmaceutical Association". Organisasi internasionalnya akhirnya didirikan pada tahun 1910 dengan nama "Federation International Pharmaceutical".

Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari pati kulit kayu willow. Hasil penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya menyebabkan lahirnya perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya, perkembangan (R & D) pasca Perang Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC, hormaon steroid, dan kontrasepsi serta antipsikotika.

Sejak saat itulah, dunia farmasi  terus berkembang dengan didukung oleh berbagai penemuan di bidang lain, misalnya penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah farmasi saat ini hampir dijumpai di seluruh dunia. Kiblat perkembangan ilmu, kalau bolehh kita sebut, memang Amerika Serikat dan Jerman (karena di sanalah industri obat pertama berdiri).

Bagaimana dengan perkembangan farmasi di Indonesia? Perkembangan farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa. Perusahaan-perusahaan lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Biofarma, dan lainnya. Di dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasi juga dibuka di berbagai kota.

  • Pemisahan Farmasi dan Kedokteran

Publich Pharmacies mulai muncul pada abad ke-17 di Negara-negara Eropa yang terkena pengaruh kebudayaan Arab. Namun di Sisilia dan Italia Selatan, Pemisahan Farmasi dari Kedokteran sudah dilakukan mulai tahun 1240 Masehi. Frederick II dari Hohenstaufen, merupakan Kaisar dari Jerman serta Raja dari Sisilia, adalah mata rantai yang hidup antara Budaya Oriental dan Occidental. Di Istananya di Palermo, ia menyajikan subjek Farmasi dengan dekrit Eropa pertama yang benar-benar memisahkan tanggung jawab Apoteker dari Bidang Kedokteran, dan Peraturan Resep untuk praktek professional Apoteker.

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, belum dikenal adanya istilah farmasis. Seorang dokter yang mendiagnosis penyakit sekaligus berperan sebagai “Apoteker” yang menyiapkan obat. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices“. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama. Walaupun kedua bidang ilmu ini memiliki akar yang sama, tapi pastilah terdapat perbedaan diantara keduanya sehingga Frederick II mengeluarkan kebijakan tersebut.

Jika kita berbicara tentang spesifikasi ilmu, bidang ilmu farmasi dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: farmasi komunitas, farmasi klinik, farmasi industri dan farmasi regulatori (pendidikan dll). Keempat bidang ini memiliki spesifikasi tersendiri.

Farmasi komunitas yang dimaksud sering kita identikkan dengan kata “apoteker”. Perannya yang spesifik adalah bersentuhan langsung dengan pasien untuk menyerahkan obat (dispending) dan memberikan informasi dan edukasi yang benar tentang obat. Posisinya adalah sebagai rekan kerja dokter. Namun, baru-baru ini seperti kita tahu bahwa dokter sedang berusaha untuk mereformasi sistem dispensing (penyerahan) obat. Tak bisa kita sangkal juga bahwa pelayanan apoteker memang sangat kurang. Dalam hal ini yang patut mendapat sorotan utama bukanlah sistemnya, namun orang-orang yang berada dalam sistem tersebut.

Bidang farmasi industri dan regulatori bergerak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di bidang kefarmasian. Sepintas memang bidang ini seolah-olah hampir sama dengan bidang yang ditekuni oleh para ahli kimia. Namun tetap saja peran farmasi industri tidak dapat digantikan oleh para ahli kimia, karena dalam penelitian dan pengembangan obat dibutuhkan juga ilmu yang spesifik (misalnya farmakokinetik dll) dan ilmu ini idak dipelajari oleh sarjana yang lain.

Spesifikasi dari farmasi klinik berkaitan dengan analisis dan penegakan diagnosa suatu penyakit serta cara penanganannya. Pemahaman yang mendalam terhadap ilmu biokimia dan anatomi fisiologi manusia merupakan ilmu dasar yang sangat diperlukan pada bidang farmasi ini, namun diperlukan juga pengetahuan yang mendalam mengenai pengobatan dan obat (termasuk sampai pada tingkat molekuler), inilah salah satu hal yan membedakan sarjana farmasi dengan sarjana biokimia maupun biologi.

Dari pemaparan diatas terlihat jelas bahwa farmasis dan apoteker memiliki bidang ilmu yang spesik, yang membedakannya dengan bidang ilmu lainnya.

  • Asosiasi profesi

Untuk diakuinya keahlian keprofesian maka setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian yang berkaitan. Di negara kita sendiri terdapat suatu asosiasi khusus di bidang kefarmasian, lembaga ini dikenal dengan singkatan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia).

Dalam anggaran dasar ISFI disebutkan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia merupakan satu-satunya organisasi para Apoteker Indonesia, yang merupakan perwujudan dari hasrat murni dan keinginan luhur para anggotanya, yang menyatakan untuk menyatukan diri dalam upaya mengembangkan profesi luhur kefarmasian di Indonesia pada umumnya dan martabat anggota pada khususnya. Sedangkan yang menjadi anggota dalam ISFI, 2 diantaranya adalah anggota muda (sarjana farmasi) dan apoteker.

Jika kita lihat fungsi dari ISFI sendiri mengacu pada seluruh seluruh oknum yang berkecimpung dalam bidang kefarmasian (pada poin a dan b yang ditekankan adalah apoteker, sedangkan poin c lebih mengarah pada seluruh oknum yang memberikan diri untuk mengembangkan bidang kefarmasian ). Namun jika kita analisis dari misi ISFI sendiri, seolah-olah yang lebih menjadi prioritas hanya apoteker.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah apoteker yang dimaksud hanya ahli-ahli farmasi yang berkecimpung di bidang farmasi komunitas ataukah para para ahli-ahli farmasi yang memiliki gelar apoteker? Apabila yang dimaksud dengan apoteker dalam keanggotaan ISFI adalah ahli-ahli farmasi yang berkecimpung di bidang farmasi komunitas dan sarjana farmasi yang akan berkecimpung di bidang yang sama, maka ahli farmasi diluar farmasi komunitas tidak layak disebut sebagai profesi, sebaliknya, bila yang dimaksud dengan apoteker (dalam keanggotaan ISFI) adalah seluruh ahli farmasi yang memiliki gelar apoteker (secara tidak langsung mengandung arti bahwa anggota muda yang dimaksud adalah seluruh sarjana farmasi) maka farmasis dan apoteker dapat disebut sebagai profesi.

  • Komitmen untuk mengasah diri dan mengabdi terhadap kepentingan umum.

Idealnya tenaga profesi adalah seorang yang berkomitmen untuk selalu mengasah diri dan mengabdi terhadap kepentingan umum. Jika kita analisis sejarah perkembangan farmasi secara umum terlihat bahwa bidang kefarmasian selalu berusaha untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Bukti nyata dari usaha peningkatan pengabdian farmasi terhadap kepentingan umum adalah konsep kefarmasian yang diubah kearah patient oriented (Pharmaceutical care-asuhan kefarmasian).
  • Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, secara umum farmasis dan apoteker memenuhi ketiga komponen diatas untuk dapat disebut sebagai profesi. Namun perlu juga digaris bawahi bahwa tidak semua farmasis dan apoteker bersikap sebagai seorang professional. Jadi kesimpulan yang lebih tepat adalah seseorang dikatatakan berprofesi sebagai farmasis dan atau apoteker apabila orang tersebut benar-benar memilkii pengetahuan yang spesifik mengenai bidang ilmu kefarmasian, merupakan anggota dari ISFI dan memiliki komitmen untuk selalu mengasah diri serta mengabdi kepada kepentingan umum.
  • Kritik dan Saran

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh karena itu sangat diharapkan kritik maupun saran dari pembaca, untuk peyempurnaan pada makalah-makalah berikutnya.

Daftar Pustaka

Adjat Sakri (penyunting) (1985) “Ihwal Menerjemahkan”, Terbitan 2,
      Penerbit ITB Bandung.
Brown, B. Atkins, M. (1988) “ Effective Teaching in Higher Education”,
      Methuen, New York.
Webster’s New Collegiate Dictionary. SpringField, MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ).
http://www.pengertiandefinisi.com/2011/11/pengertian -farmasi.html
http://www.penyusun-kajian1-2-bersama-farmasi-klinikdan-kedokteran-sebagai-peningkatan-kompetensi-dan-perwujudan-mekanisme-check-and-balance-dunia-kesehatan-indonesia.html

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Pages

Blog Archive

Translate

Text Widget

Copyright © ILMU KESEHATAN | Powered by Blogger Design by PWT | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com